Embung Potorono Bantul Layak Dicontoh

Daerah, Pemerintahan74 Dilihat

Bantul Suaraistana.com

Embung Potorono yang terletak di Desa Potorono merupakan gagasan Pemkab Bantul melalui Dinas Lingkungan Hidup sebagai upaya konservasi sumber daya alam (SDA). Pembangunan embung pada 2017 yang menghabiskan anggaran sebesar Rp 2,3 miliar itu dulunya adalah tambang pasir yang sangat dalam.

Tercatat, luas lahannya 3,2 hektare tapi untuk ‘wadah’ air sendiri hanya sekitar 4000-5000 meter persegi dengan kedalaman 11 meter. Endro Waluyo selaku pengelola embung dan mantan PPK DLH di bidang konservasi dan SDA dan LH, sekaligus yang memprakarsai pembangunan embung menjelaskan bangunan embung dan sekitarnya tidak masuk aset pemerintah tapi sudah menjadi hibah ke pemerintah desa sehingga sistem pengelolaan dan tanggung jawabnya dikelola pemerintah desa.

“Dari pemerintah desa membuat kelompok-kelompok, ada kelompok usaha, kelompok kerja, mereka lah yang mengelola embung ini. Jadi, hasil dari embung sudah masuk di kelompok itu tapi ada sebagian yang disetor ke PAD mencapai Rp 65 juta, 1 tahun. Berarti yang dikelola masuknya sekitar Rp 1,5 miliar per tahunnya,” jelasnya kepada Komisi D DPRD Provinsi Jateng, yang berkunjung ke lokasi setempat, baru-baru ini.

Dikatakan, prinsip pembangunan embung adalah konservasi lingkungan, dengan konsep penampungan air. Dengan begitu, sumur-sumur tetap terjaga, bisa mengairi sawah-sawah, dan kebun warga sekitar.

Mendengar hal itu, Wakil Ketua Komisi D Hadi Santoso sangat mendukung keberadaan Embung Potorono. Karena bisa menjadi program konservasi sekaligus menambah pendapatan desa, pemkab, dan warga sekitar.

“Pembuatan embung itu bisa kita contoh di Jateng ya karena, dengan adanya, embung bisa menjadi irigasi warga dan sekarang malah semakin menjadi obyek wisata. Dari embung tersebut, bisa mengurangi pengangguran dan membantu UMKM juga ya. Jadi, banyak sekali manfaatnya. Kalau konsep itu direalisasikan di Jateng dengan lahan yang lebih luas, akan lebih maju dan lebih baik lagi,” ucap Hadi.